STBM
merupakan pendekatan dan paradigma pembangunan sanitasi di Indonesia yang
mengedepankan pemberdayaan masyarakat dan perubahan perilaku. STBM diadopsi
dari hasil uji coba Community Led Total Sanitation (CLTS) yang telah sukses
dilakukan di beberapa lokasi proyek air minum dan sanitasi di Indonesia,
khususnya dalam mendorong kesadaran masyarakat untuk mengubah perilaku buang
air besar sembarangan (BABS) menjadi buang air besar di jamban yang saniter dan
layak.
STBM
ditetapkan sebagai kebijakan nasional berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 852/MENKES/SK/IX/2008 untuk mempercepat pencapaian
MDGs tujuan 7C, yaitu mengurangi hingga setengah penduduk yang tidak memiliki
akses terhadap air bersih dan sanitasi pada tahun 2015. . Pada tahun 2014,
Kepmenkes tersebut diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014
tentang STBM. Adapun tujuan penyelenggaraan STBM adalah untuk mewujudkan
perilaku masyarakat yang higienis dan saniter secara mandiri dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Selanjutnya,
pada tahun 2025, diharapkan seluruh masyarakat Indonesia telah memiliki akses
sanitasi dasar yang layak dan melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat
dalam kesehariannya, sebagaimana amanat Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional (RPJPN) Indonesia 2005-2025.
Pendekatan
STBM terdiri dari tiga strategi yang harus dilaksanakan secara seimbang dan
komprehensif, yaitu: 1) peningkatan kebutuhan sanitasi, 2) peningkatan
penyediaan akses sanitasi, dan 3) peningkatan lingkungan yang kondusif.
Penerapan STBM dilakukan dalam naungan 5 pilar STBM, yaitu (1) Stop Buang Air
Besar Sembarangan (SBS), (2) Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS), (3) Pengelolaan
Air Minum dan Makanan Rumah Tangga (PAMM-RT), (4) Pengamanan Sampah Rumah
Tangga (PS-RT), dan Pengamanan Limbah Cair Rumah Tangga (PLC-RT).
A.
Arah Kebijakan dan Strategi Nasional
Pembangunan Sanitasi
Undang-Undang No.17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025 menetapkan bahwa Pembangunan
Kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat
setinggi-tingginya dapat terwujud. Selanjutnya dalam Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan (Renstra Kemenkes) Tahun 2010-2014 yang tertuang dalam
Keputusan Menteri Kesehatan Repulik Indonesia No. HK.03.01/160/1/2010
ditetapkan bahwa Visi Kemenkes adalah Masyarakat Sehat yang Mandiri dan
Berkeadilan. Adapun Misi Kemenkes adalah 1) Meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat termasuk swasta dan masyarakat
madani; 2) Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya
kesehatan yang paripurna, merata, bermutu dan berkeadilan; 3) Menjamin
ketersediaan dan pemerataan sumber daya kesehatan; dan 4) Menciptakan tata kelola
kepemerintahan yang baik.
Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait pembangunan
kesehatan, khususnya bidang air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar.
Berdasarkan hasil studi Indonesian Sanitation Sector Development Program
(ISSDP) tahun 2006, sebanyak 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar
sembarangan. Lebih lanjut berdasarkan studi Basic Human Services di Indonesia,
kurang dari 15% penduduk Indonesia yang mengetahui dan melakukan cuci tangan
pakai sabun pada waktu-waktu kritis. Kondisi ini berkontribusi terhadap
tingginya angka diare yaitu 423 per seribu penduduk pada tahun 2006 dengan 16
provinsi mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) diare dengan Case Fatality Rate
(CFR) sebesar 2,52.
Untuk memperbaiki
capaian ini, perlu dilakukan intervensi terpadu melalui pendekatan sanitasi
total. Untuk itu, pemerintah merubah pendekatan pembangunan sanitasi nasional
dari pendekatan sektoral dengan penyediaan subsidi perangkat keras yang selama
ini tidak memberi daya ungkit terjadinya perubahan perilaku higienis dan
peningkatan akses sanitasi, menjadi pendekatan sanitasi total berbasis
masyarakat yang menekankan pada 5 (lima) perubahan perilaku higienis. Pada
tahun 2005, pemerintah melakukan uji coba implementasi Community Led Total
Sanitation (CLTS) atau Sanitasi Total Berbasis Masyarakat di 6 kabupaten. Pada
tahun 2006, ujicoba ini telah berhasil menciptakan 160 desa bebas buang
air besar sembarangan (open defecation free-ODF), sehingga pada tahun 2006, pemerintah
mencanangkan gerakan sanitasi total dan kampanye cuci tangan pakai sabun
nasional. Pada tahun 2007, sebanyak 500 desa sudah ODF dan pada tahun 2008
pemerintah menetapkan kebijakan nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(STBM) melalui Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
852/MENKES/SK/IX/2008. Pada tahun 2014, Kepmenkes tersebut disesuaikan dan
diganti dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 3 Tahun 2014 tentang STBM
B. Arah Kebijakan dan Strategi STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah pendekatan
untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat
dengan metode pemicuan. Pendekatan STBM memiliki indikator outcome dan
indikator output.
Indikator outcome STBM yaitu menurunnya kejadian penyakit
diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi
dan perilaku.
Sedangkan
indikator output STBM adalah sebagai
berikut:
1.
Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar
sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang
tempat (SBS).
2.
Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman
di rumah tangga.
3.
Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti
sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas
cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci
tangan dengan benar.
4.
Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.
5.
Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.